smaalhikmahmuncar.com Film-Film dan novel-novel fiksi ilmiah
yang mengangkat tema tentang perjalanan menembus waktu (menggunakan
berbagai bentuk mesin waktu) semakin menjamur seiring dengan pesatnya
perkembangan ilmu Fisika. Apakah film-film semacam Star Trek, Time Machine, Back to the Future, dan,
yang baru saja dirilis, Timeline hanya melambangkan hebatnya imajinasi
para pembuat film?Atau sebenarnya cerita novel dan film-film semacam ini
sudah mulai beranjak dari kategori fiksi ilmiah menjadi suatu terobosan
terbaru teknologi modern yang benar-benar ada di kehidupan nyata?
Para fisikawan pun tidak mau ketinggalan menganalisa aspek ilmiah
dari teknologi-teknologi yang ditampilkan dalam filmfilm yang berhasil
mengeruk keuntungan besar itu. Dulu para fisikawan yang berani
mengangkat topik time travel dianggap terlalu asyik berkhayal.
Tetapi sekarang justru para fisikawan kebingungan mencari bukti-bukti
yang bisa menunjukkan secara pasti bahwa perjalanan seru menembus waktu
ini tidak mungkin bisa dilakukan! Konsep-konsep fisika yang ada justru
mendukung teori time travelling ini! Siapa sangka bahwa
sebenarnya kita pun sudah sering melakukan perjalanan menembus waktu
dalam kehidupan sehari-hari kita! Dan tanpa menggunakan mesin waktu!
Jalan menuju fenomena fantastis ini dibuka oleh fisikawan ternama,
Albert Einstein, dengan teori relativitasnya.
Untuk bisa memahami konsep perjalanan menembus waktu, kita harus memahami dulu yang dimaksud dengan Waktu (Time).
Dalam fisika, waktu merupakan salah satu besaran pokok yang
melambangkan periode atau interval yang bisa diukur secara pasti (satuan
internasionalnya adalah detik).
Kita tahu bahwa 1 hari terdiri dari 24 jam, 1 jam 60 menit, dan 1 menit 60 detik. 1 detik didefinisikan sebagai jumlah osilasi atom Cesium -133
(9.192.631.770 osilasi) pada jam atom. Dengan konstanta-konstanta yang
terlibat ini, kita tentunya langsung menyimpulkan bahwa waktu memiliki
nilai absolut (eksak) dan bukan merupakan besaran yang nilainya relatif
terhadap suatu acuan tertentu.
Tetapi Einstein mengubah pandangan ini saat mengemukakan teori
relativitasnya. Menurut Einstein, semakin besar kecepatan gerak suatu
benda atau partikel, waktu akan berjalan semakin lambat bagi benda atau
partikel tersebut. Saat kecepatannya mendekati kecepatan cahaya, waktu
berjalan sangat lambat. Bagaimana kalau ada benda atau partikel yang
bisa bergerak dengan kecepatan melebihi kecepatan cahaya? Waktu akan
berjalan begitu lambatnya sehingga benda yang bergerak dengan kecepatan
setinggi itu bisa kembali ke posisi awal dengan sangat cepat.
Saking cepatnya, benda itu sudah kembali berada di posisi awalnya
sebelum benda itu mulai bergerak! Ini berarti benda itu sudah melakukan
perjalanan menembus waktu ke masa lalunya sendiri!
Teori relativitas Einstein dapat dibuktikan dengan perjalanan ke
ruang angkasa. Para astronot meninggalkan bumi menggunakan pesawat
ulang-alik yang meluncur dengan kecepatan sangat tinggi. Jika mereka
melakukan perjalanan selama 1 tahun di ruang angkasa dan kemudian
kembali ke bumi, mereka bisa menemukan bahwa bumi mencatat waktu
perjalanan mereka mencapai 10 tahun!
Ini berarti dua orang atau benda yang bergerak dengan kecepatan
berbeda akan mengalami durasi waktu yang berbeda pula. Ini juga berarti
bahwa para astronot itu sudah berada di masa depan mereka karena
orang-orang yang ditinggalkannya kini menjadi 10 tahun lebih tua dari
saat mereka pergi meninggalkan bumi (padahal mereka hanya pergi selama 1
tahun)! Dalam kehidupan sehari-hari kita juga sering mengalami hal ini
saat kita bepergian menggunakan pesawat terbang.
Kecepatan
gerak pesawat memungkinkan kita untuk ‘lompat’ ke masa depan kita,
walaupun lompatannya tidak jauh (hanya beberapa nanodetik) sehingga kita
biasanya tidak menyadarinya. Jam atom yang sangat akurat dapat
membuktikan bahwa kita sudah lompat beberapa nanodetik (1 nanodetik =
10-9 detik) ke masa depan! Efek yang kita rasakan adalah fenomena yang
kita sebut Jet Lag.
Nah, kalau kecepatan bisa membuat kita lompat ke masa depan,
bagaimana caranya kita bisa lompat ke masa lalu? Bukankah dibutuhkan
kecepatan yang melebihi kecepatan cahaya supaya kita bisa kembali ke
masa lalu kita? Padahal kita tahu tidak ada (belum ada) satu pun benda
atau partikel yang bisa bergerak melebihi kecepatan cahaya.
Einstein kembali tampil dengan teori relativitasnya untuk menjawab
ini! Si jenius ini menyatakan bahwa gaya tarik gravitasi dapat
memperlambat waktu! Menurut Einstein, jam dinding yang dipasang di ruang
bawah tanah (lebih dekat ke pusat bumi sehingga mengalami gaya tarik
gravitasi yang lebih besar) berjalan lebih lambat dibanding jam dinding
yang dipasang di tingkat tertinggi suatu gedung. Tentu saja perbedaannya
sangat kecil dan hanya bisa dideteksi oleh jam atom. Tetapi ini berarti
bahwa waktu berjalan lebih cepat di ruang angkasa (karena sangat jauh
dari pusat bumi sehingga gravitasinya sangat kecil, bahkan mendekati
nol).
Misalnya kita pergi ke ruang angkasa menjauhi pusat bumi, dan
kemudian kembali lagi ke bumi (misalnya selama 1 tahun). Jika kita punya
saudara kembar yang menunggu kita di bumi, kita bisa melihat sendiri
bahwa saat kita mendarat, kembaran kita (yang lahirnya bersamaan dengan
kita) sudah 9 tahun lebih tua dari kita! Inilah yang dikenal sebagai The Twin Paradox. Jadi,
yang mempengaruhi waktu bukan hanya kecepatan, tetapi juga gravitasi.
Ini berarti kita bisa kembali ke masa lalu kita dengan memanfaatkan
medan gravitasi yang sangat kuat.
Black hole atau lubang hitam merupakan medan yang memiliki
gravitasi paling kuat. Saking kuatnya, lubang hitam ini bisa menyedot
apa saja ke dalamnya! Tidak ada yang bisa menghindari tarikan
gravitasinya, termasuk cahaya. Cahaya atau partikel lain yang tersedot
lubang hitam akan langsung dilahap habis (dari sinilah asal istilah
Lubang HITAM). Semua yang tadinya ada menjadi tidak ada.
Banyak ilmuwan yang memperkirakan lubang hitam bisa menjadi pintu
untuk kembali ke masa lalu karena gravitasinya yang begitu kuat. Tetapi
semua partikel akan hancur jika masuk ke lubang hitam! Bagaimana bisa
kembali ke masa lalu jika kita sudah keburu hancur?
Para fisikawan akhirnya melirik ‘adik’ dari lubang hitam, yang kita kenal sebagai Wormhole (Lubang Cacing). Wormhole
juga merupakan medan yang memiliki gravitasi yang sangat kuat, tetapi
tidak seperti ‘kakak’nya. Jika suatu benda atau partikel masuk ke salah
satu ujung lubang cacing, partikel itu masih bisa keluar di ujung
lainnya (ada ‘pintu masuk’ dan ‘pintu keluar’nya). Jalur yang harus
ditempuh dalam wormhole jauh lebih pendek dibanding jalur konvensional
(merupakan jalan pintas). Ini analogi dengan terowongan di bawah bukit.
Perjalanan melalui bukit tentunya lebih jauh dibanding jarak yang
harus ditempuh jika kita melewati terowongan yang terletak di bawah
bukit tersebut. Pembentukan wormhole didukung oleh, lagi-lagi, teori relativitas Einstein.
Menurut Einstein, massa dapat menyebabkan waktu ruang (spacetime) menjadi melengkung (curved).
Bagaimana caranya? Misalnya ada dua orang saling berhadapan dan
memegang sehelai kain yang dibentangkan kuat-kuat. Lalu di atas kain
tersebut kita letakkan buah semangka yang berat. Pasti buah semangka
itu akan berguling ke tengah-tengah kain yang ujung-ujungnya dipegang
kuat-kuat itu sehingga kain melengkung (membentuk cekungan) akibat massa
buah semangka. Jika kita meletakkan satu buah anggur di pinggir kain
itu, pasti buah itu akan langsung ‘tersedot’ oleh cekungan tadi.
Cekungan ini dapat dianggap sebagai pintu masuk lubang cacing.
Tetapi ini baru merupakan bidang dua dimensi. Spacetime ada
dalam empat dimensi: 3 dimensi ruang (atas-bawah, kanan-kiri,
depan-belakang) dan 1 dimensi waktu. Supaya menjadi empat dimensi, kain
tadi kita lipat sehingga ada dua permukaan yang dipisahkan jarak
tertentu, yang disebut Hyperspace.
Kita letakkan lagi buah semangka di atas permukaan kain teratas
sehingga membentuk cekungan seperti tadi. Permukaan yang kedua (tepat di
tengahnya) juga diberi massa yang besarnya sama (dari arah berlawanan)
sehingga membentuk cekungan yang kedua (dapat dianggap sebagai pintu
keluar lubang cacing). Seluruh permukaan kain melambangkan spacetime yang merupakan ruang/jarak konvensional. Kedua cekungan pada spacetime akan bertemu dan membentuk lorong (Gambar 1) yang kemudian kita sebut sebagai Lubang Cacing.
Misalnya Bumi terletak di pintu masuk wormhole, dan Sirius,
bintang yang berjarak 9 tahun cahaya dari Bumi, terletak di pintu
keluarnya. Untuk bepergian dari Bumi ke Sirius secara konvensional kita
harus menempuh perjalanan sejauh 9 tahun cahaya.
1 tahun cahaya merupakan jarak yang ditempuh cahaya selama 1 tahun.
Kecepatan cahaya adalah 300.000 km/detik. Ini berarti 9 tahun cahaya =
300.000km/detik x 60 detik/menit x 60 menit/jam x 24 jam/hari x 365
hari/tahun x 9 tahun = 8,51472 x 1013 km. Padahal perjalanan terjauh
yang pernah ditempuh manusia adalah 400.000 km (yaitu perjalanan ke
bulan).
Wormhole memungkinkan kita untuk ‘memotong jalan’ sehingga
bisa sampai di Sirius hanya dalam waktu beberapa saat saja. Kita pun
bisa menjelajahi jagad raya dalam waktu yang singkat! Gambar 1 Wormhole menjadi jalan pintas dari Bumi ke Sirius.
Gambar 1
Misalnya ada wormhole yang pintu masuknya tidak jauh dari
atmosfer Bumi, tetapi pintu keluarnya berada di dekat bintang yang
dipenuhi partikel netron (neutron star) yang memiliki gravitasi
sangat tinggi. Kita tahu bahwa pada ketinggian di atas atmosfer bumi
gaya gravitasi bumi semakin kecil karena menjauhi pusat bumi. Ini
berarti di pintu masuk wormhole waktu berjalan cepat, tetapi di pintu keluarnya waktu berjalan sangat lambat (karena adanya gravitasi bintang).
Dengan demikian, jika kita memasuki wormhole tersebut kita bisa melakukan perjalanan dalam lorong waktu menuju masa lalu maupun masa depan! Satu hal yang pasti: pembuatan wormhole memang tidak mudah, tetapi menurut Fisika hal ini tidak mustahil!
Sumber: www.yohanessurya.com/download/penulis/Bermimpi_13.pdf