smaalhikmahmuncar.com Sejarah
Banyuwangi – Sejarah Banyuwangi tidak akan pernah lepas dari sejarah
Kerajaan Blambangan. Karena Kerajaan Blambangan merupakan kerajaan yang
berlokasi di wilayah Blambangan, yang terletak disebelah selatan wilayah
Banyuwangi. Raja yang terakhir menguasai kerajaan Blambangan adalah
Prabu Minakjinggo. Kerajaan Blambangan telah ada pada akhir masa
Majapahit. Blambangan dinyatakan sebagai kerajaan bercorak Hindu
terakhir di Jawa.
Sebelum menjadi kerajaan yang berkuasa,
Blambangan termasuk wilayah Kerajaan Bali. Usaha penaklukan kerajaan
Mataram Islam terhadap Blambangan tidak berhasil. Inilah yang
menyebabkan mengapa kawasan Blambangan (dan Banyuwangi pada umumnya)
tidak pernah masuk pada budaya Jawa Tengah, sehingga kawasan tersebut
hingga kini memiliki ragam bahasa yang cukup berbeda dengan bahasa Jawa
baku. Pengaruh Bali juga tampak pada berbagai bentuk kesenian tari yang
berasal dari wilayah Blambangan.
Sejarah Banyuwangi menyebutkan bahwa
pertengahan abad ke-17, Banyuwangi merupakan bagian dari Kerajaan
Blambangan yang dipimpin oleh Pangeran Tawang Alun. Pada masa tersebut
secara administratif VOC mengakui Blambangan sebagai wilayah
kekuasannya, atas dasar penyerahan kekuasaan jawa bagian timur (termasuk
blambangan) oleh Pakubuwono II kepada VOC. Namun, VOC tidak pernah
benar-benar menancapkan kekuasaanya sampai pada akhir abad ke-17, ketika
pemerintah Inggris menjalin hubungan dagang dengan Blambangan. Daerah
Tegal Logi yang sekarang dikenal sebagai “Kompleks Inggrisan” adalah
bekas tempat kantor dagang Inggris.
Setelah kelemahan VOC yang dirasa,
akhirnya VOC segera bertindak untuk mengamankan kekuasaan atas
Blambangan pada akhir abad ke-18. Hal ini mengakibatkan perang besar
selama lima tahun tanpa henti (1767-1772). Dalam peperangan itu terdapat
suatu pertempuran dahsyat yang dikenal dengan sebutan Puputan Bayu yang
merupakan usaha terakhir Kerajaan Blambangan untuk melepaskan diri dari
ikatan VOC. Pertempuran Puputan Bayu terjadi pada tanggal 18 Desember
1771 yang akhirnya dijadikan sebagai hari jadi Banyuwangi. Namun pada
akhirnya VOC yang memperoleh kemenangan yang unggul dengan perlengkapan
senjata api, dengan diangkatnya R. Wiroguno I (Mas Alit) sebagai bupati
Banyuwangi pertama dan tanda runtuhnya kerajaan Blambangan.
Bukan hanya bukti Sejarah Banyuwangi
yang dijadikan panutan, namun sebuah sejarah fiksi juga dipercaya
masyarakat Banyuwangi sebagai berdirinya Banyuwangi. Tokoh sejarah fiksi
yang terkenal ialah Putri Sri Tanjung yang di bunuh oleh suaminya
sendiri di tepi sungai karena suaminya ragu akan janin yang sedang
dikandung dalam rahimnya bukan merupakan anaknya, tetapi hasil dari
perselingkuhan ketika dia ditinggal menuju medan perang. Dengan sumpah
janjinya kepada sang suami, sang Putri Sri Tanjung berkata: “Jika darah
yang mengalir di sungai ini amis memang janin ini bukan anakmu tapi jika
berbau harum (wangi) maka janin ini adalah anakmu”. Maka seketika
itulah darah yang mengalir dalam aliran sungai tersebut berbau wangi,
maka menyesalah atas tindakan yang telah dilakukan sang suami, yang
dikenal sebagai Raden Banterang dan memberikan nama daerah itu sebagai
Banyuwangi.
Tokoh Sejarah Banyuwangi lain ialah
Minak Djinggo, seorang Adipati dari Blambangan yang memberontak terhadap
kerajaan Majapahit dan dapat ditumpas oleh utusan Majapahit, yaitu
Damarwulan. Namun sesungguhnya nama Minak Djinggo bukanlah nama asli
dari adipati Blambangan. Nama tersebut diberikan oleh masyarakat
Majapahit sebagai wujud olok-olok kepada Brhe Wirabumi yang memang
keturunan dari kerajaan Majapahit.
Referensi